Selasa, 10 Juli 2012


Teringat film "Alangkah lucunya negeri ini"
Melihat film itu, jadi senyum2 sendiri

Dialog antara muluk dg bang samsul

Muluk, "Udah telat kalo lu sekarang bilang pendidikan itu gak penting"

Bang samsul, "Dulu sebelum gue kuliah, gue pikir pendidikan itu penting, setelah gue luus kuliah, gue baru sadar kalo pendidikan itu tidak penting"

Muluk, "Nah, itu hasil dari pendidikan, karena pendidikan, lu jadi tau bahwa pendidikan itu nggak penting"

Saya yakin, tidak hanya bang samsul yang berpikiran seperti itu, saya sendiri saja, yang hampir menyelesaikan program S1 saya, masih berpikir buat apa saya kuliah?Dan saya yakin juga, banyak orang2 di sekitar kita yang sudah menyandang gelar doktor, belum mengerti sepenuhnya apa pentingnya pendidikan.


Jelas pendidikan itu penting, buktinya, pendidikan diwajibkan bagi setiap muslim baik laki2 maupun perempuan.
Tapi permasalahnnya adalah, pendidikan tentang apa? pendidikan yang seperti apa?

Bagi teman2 calon sarjana pendidikan. Ini adalah permasalahan besar yang menanti untuk kita pikirkan bersama2. Perbaikan dalam sistem pendidikan. Bukan. Saya tidak sedang membicarakan tentang perubahan kurikulum atau penambahan fasilitas pendidikan.

Yang lebih harus kita perhatikan adalah kualitas tenaga pendidik. Kualitas kita.

Hhhh....Maaf. Kalian salah lagi kawan. Bukan tentang seberapa pandai kita menyampaikan suatu pelajaran. Bukan pula seberapa pintar kita dalam menguasai materi yang akan kita sampaikan. Tapi lebih kepada uswatun hasanah dari seorang guru.

Kemajuan2 di bidang pendidikan seperti yang sekarang ini hanya akan menimbulkan semakin banyak kekerasan di dunia pendidikan. Siswa dipaksa untuk berbicara bahasa inggris, dipaksa untuk menguasai suatu disiplin ilmu yang bahkan mereka tidak tahu apa kegunaan ilmu iitu, dipaksa untuk bisa mengerjakan tugas yang tidak mereka suka. Begitukah kawan?


Dan sekarang, saya sedang mengalaminya. Saya dipaksa untuk menulis sebuah buku tebal yang saya yakin buku itu nantinya akan menjadi bacaan yang membosankan. Salah. Revisi. Salah lagi. Revisi lagi. Berapa banyak kertas yang dibuang? Berapa banyak pohon yang ditebang hanya gara2 aktivitas ini?

Penting. Karena jika saya tidak membuatnya, saya tidak bisa keluar dari aktivitas yang menjemukan ini.
Hanya sebatas itu? Dengan tegas saya jawab "Ya".

Seorang teman bilang, "Tidak ada skripsi yang suci"

Tertohok hati saya mendengarnya. Jika teman2 sudah punya prinsip demikian. Dan jika semua orang tahu bahwa kecurangan benar2 terjadi, lalu mengapa kegiatan seperti ini harus terus dilestarikan?

Hanya untuk menumpuk kertas2 di perpustakaan yang setelah berberapa tahun, entah bagaimana nasibnya.

Saya lelah. Benar2 lelah. Saya tidak suka menjalani aktivitas ini. Saya benci skripsi. Saya benci sidang. Saya benci dimarahi.Saya benci terus menerus mengumpat dan memaki.Saya ingin menjalani ini sedikit demi sedikit. Seperti teman2. Tapi ini benar2 berat. Berat sekali. Deadline. Sebentar lagi. Tugas saya harus selesai. Saya tidak bisa. Tapi saya harus tetap melaksanakannya. Kalian tahu betapa menderitanya saya? Dan apakah kita akan membiarkan adik2 kita. Anak2 kita. Terjebak dalam sistem pendidikan yang aneh ini.




Mungkin beberapa orang tidak sependapat dengan saya. mungkin saya terlalu berlebihan. Tapi ini yang sedang saya pikirkan. Saya boleh salah kan? (ini salah satu bagian dari pendidikan, mengijinkan orang lain berpendapat meskipun salah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar